Skip to content

Liburan itu Ibadah

FIKIH LIBURAN, HIBURAN & JALAN-JALAN

 

Oleh KH. Rachmat Soji, Lc. MA.

 

Mengenai Istirahat

Liburan itu Ibadah

Dalam Hadis shahih diceritakan, suatu ketika sekelompok para sahabat setelah melihat begitu hebat dan giatnya Rasuullah saw. beribadah. Mereka merasa sangat kurang dibandingkan dengan Rasulullah, padahal beliau sudah pasti masuk surga dan sudah dimaafkan dosanya, bahkan sebelum beliau berdosa kalaupun beliau berdosa (lihat surat al-Fath: 2).

Maka, diantara mereka ada yang berkata, Sungguh sejak saat ini kedepan saya tidak mau berbuka dan akan terus berpusa, satu lagi  berkata, saya tidak akan tidur malam dan akan terus shalat malam. Satu lagi menyahut, saya tidak akan menikah dan akan terus beribadah.

Cerita ini akhirnya samapai kepada baginda Rasulullah saw., beliaupun segera bergegas naik mimbar dan memberikan ceramah, “Aku mendengar ada orang yang berazam tidak mau berbuka, ada juga yang tidak mau tidur, bahkan ada yang tidak mau menikah demi ibadah. Demi Allah, aku adalah orang paling takwa dann paling takut oleh Allah diantara kalian, namun aku puasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, dan aku juga menikah. “Agama ini mudah”, dan tidak ada orang yang memberatkan agama kecuali dia sendiri yang akan terkalahkan”.

Demikian sabda baginda menyikapi ornag-orang yang ingin berlaku ekstrim dalam ibadah. Beliau juga pernah mengur seorang wanita dari Bani Asad  yang sampai memasang tali untuk pegangan shalat malam karena takut jatuh ketika ngantuk berat sambil shalat. Beliau berkata, apa ini, tidur dulu saja, karena Allah tidak akan bosan, justeru kalian akan mengalami kebosanan,, Allah menyukai sesuatu yang continu (H.R. Bukhari).

Dalam hadis lain bliau juga menegur seorang sahabat , yang lusuh kecapaian ibadah mahdhoh, dan terus berpuasa.

Rasulullah juga pernah membenarkan nasihat seorang sahabat yang bernama Salman kepada Abu Darda, yang terus-trusan berpuasa “Sesungguhnya ada kewajiban kapada Tuhanmu, ada kewajiban kepada dirimu, dan ada kewajiban kepada keluargamu, maka, tunaikanlah semua kewajibanmu sesuai dengan haknya”.

Dalam hadis riwayat imam Ahmad beliau brsabda, “Hendaknya orang-orang Yahudi mengetahui bahwa dalam agama kami itu ada kelonggaran, dan aku diutus dengan agama yang selalu cenderung pada kebenaran dan mudah”.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis yang bercerita tentang dua wanita yang menyanyi di rumah Bunda Aisyah pada hari raya ‘Idul fithr atau ‘Idul Adhha. Tiba-tiba datanglah sang Ayah, Abu Bakar. Abu Bakar marah dan menegur Aisyah, musik setan! Ungkap Abu Bakar. Rasulullah, saw., segera menjawabkan, “Biarkan wahai Abu Bakar,, karena setiap kaum punya hari raya dan ini  adalah hari raya kita”.

Mengenai Jalan-jalan

  1. Jalan-jalan dalam bahasa Arab disebut Siyahah, diantara ayat yang memuat kata Siyahah adalah surat At-taubah: 112, Ia bukan hal baru, melainkan sudah dikenal sejak lama dalam kehidupan manusia dengan berbagai tujuan dan kegiatan yang menyertainya. Sejak zaman klasik manusia sudah mengenal perjalanan jauh. Ada orang yang melakukan jalan-jalan hanya inign membuat badan lelah dan menyiksanya, mereka menganggap dnegan itu berarti dia beribadah, dan ada juga yang melakukannya untuk melakukan serangkaian kemaksiatan secara berganti-ganti tempat. Mengenai jenis inilah maksud imam Ahmad ketika ditanya mengenai hukum jalan-jalan, “Wahai imam, siapakah yang paling engkau suka, lelaki yang berjalan-jalan atau yang selalu berdiam dikampung halalamannya?” Tanya Ummu Hani’ kepada tokoh hadis terkemuka ini. Beliau menjawab, “Jalan-jalan tidak ada hubungannya dengan Islam. Ia bukanlah budaya para nabi dan orang-orang shalih”. Jawab sang imam tegas. (Lihat Ibnul Jauzi, Talbis Iblis).
  2. Oleh karenanya, Islam datang untuk memberikan cara baru dan pemahaman baru dalam berjalan-jalan. Maka ibadah haji dan Umroh salah satu bentuk Spiritual Travelling dalam Islam. Bahkan, dalam Islam Travelling yang paling menantang adrenalin seorang muslim adalah Jihad. Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah hadis yang berarti, “Sesungguhnya jalan-jalan umatku adalah jihad di jalan Allah (fii sabilillah)”. Karena jalan Allah bisa berarti sangat luas, maka jalan-jalan mencari ilmu dalam Islam termasuk juga Inilah salah satu makna dari surat at-Taubah: 112.
  3. Diantara yang banyak dianjurkan jalan-jalan dalam Islam adalah jalan-jalan untuk bertafakkur alam dan melihat sunanullah fi kaunih (hukum Allah yang berlaku pada alam semesta) Ini dilakukan untuk semakin menguatkan keimanan kita atas pengurusan dan kekuasaan Allah atas alam semesta. Hal ini Allah tegaskan dalam banyak ayat, termasuk surat Al-Ankabut: 20 dan surat Fusshilat: 53.

 

Pelajaran Aplikatif:

  • Hendaknya kita melakukan jalan-jalan yang mengandung ibadah, dan atau menambah ilmu pengetahuan, dan atau menguatkan iman. Jangan sampai jalan-jalan kita bukan ibadah, bukan menambah ilmu dan tidak juga menambah iman. Seringkali kalau bukan kebaikan kita terjebak pada keburukan.

Wallahu A’lam. (Solo, 25/12/2018)

 

 

 

This Post Has 0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
WhatsApp WhatsApp us