Skip to content

Shalat Taraweh (3) “Mengumpulkan Hadis-hadis Dalam Satu Tema & Memhami Tujuan Intinya”

Mengumpulkan Hadis-hadis Dalam Satu Tema & Memhami Tujuan Intinya

Oleh H. Rachmat Muhammad Soji, Lc. MA.

————————————-

Shalat Malam & Taraweh Sebagai Model

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»  (البخارى)

Siapa yang Qiyam di bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka pasti dimaafkan seluruh dosa masa lalunya”.

Hadis ini berbicara dengan ungkapan yang mutlak, yaitu berdiri atau  bangun beribadah, mungkin yang dimaskud shalat dan mungkin juga yang lainnya.

Tentang apa yang dimaksud kata Qoma (berdiri), mari kita lihat komentar para ulama pensyarah hadis diatas:

 

يقول ابن حجر فى الفتح:

أَيْ قَامَ لَيَالِيَهُ مُصَلِّيًا وَالْمُرَادُ مَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ مَا يَحْصُلُ بِهِ مُطْلَقُ الْقِيَامِ كَمَا قَدَّمْنَاهُ فِي التَّهَجُّدِ سَوَاءٌ وَذَكَرَ النَّوَوِيُّ أَنَّ الْمُرَادَ بِقِيَامِ رَمَضَانَ صَلَاةُ التَّرَاوِيحِ يَعْنِي أَنَّهُ يَحْصُلُ بِهَا الْمَطْلُوبُ مِنَ الْقِيَامِ لَا أَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ لَا يَكُونُ إِلَّا بِهَا وَأَغْرَبَ الْكَرْمَانِيُّ فَقَالَ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِقِيَامِ رَمَضَانَ صَلَاةُ التَّرَاوِيح

 

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari  mengatakan:

Maksdunya, berdiri di malamnya dengan shalat. Sedangkan yang di maksud dengan Qiyamullail adalah Qiyam mutlak seperti yagn kami jelaskan dalam bab Tahajjud…..Sedangkan imam  Nawawiy menceritakan bahwa sesungguhnya yagn dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarowih, maksudnya, bisa menghasilkan apa yang diperintahkan dari Qiiyam, Bukan berarti Qiyam Ramadhan tidak bisa dipenuhi kecuali dengannya (Tarowih). Anehnya Imam Karmaniy mengatakan bahwa: Mereka (para ulama) sepakat bahwa yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah Shalat Tarowih.

 

يقول الإمام الإمام النووى فى المجموع:

وَالْمُرَادُ بِقِيَامِ رَمَضَانَ صَلَاةُ التَّرَاوِيحِ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِهَا

Imam Nawaiy menjelaskan:

Yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarowih. Para ulama sepakat atas disunnatkannya (Tarowih).

 

يقول الإمام بدر الدين العينى  الحنفى فى عمدة القارئ:

وَمعنى من قَامَ رَمَضَان: من قَامَ بِالطَّاعَةِ فِي ليَالِي رَمَضَان، وَيُقَال: يُرِيد صَلَاة التَّرَاوِيح، وَقَالَ بَعضهم: لَا يخْتَص ذَلِك بِصَلَاة التَّرَاوِيح بل فِي أَي وَقت صلى تَطَوّعا حصل لَهُ ذَلِك الْفضل، وَاتفقَ الْعلمَاء على اسْتِحْبَاب التَّرَاوِيح،…”قَالَ الْكرْمَانِي: اتَّفقُوا على أَن المُرَاد بقيامه صَلَاة التَّرَاوِيح. قلت: قَالَ النَّوَوِيّ: المُرَاد بِقِيَام رَمَضَان صَلَاة التَّرَاوِيح، وَلَكِن الِاتِّفَاق من أَيْن أَخذه؟ بل المُرَاد من قيام اللَّيْل مَا يحصل بِهِ مُطلق الْقيام، سَوَاء كَانَ قَلِيلا أَو كثيرا”.

Imam Badruddin al-‘Ainiy dalam kitabnya Umdatul Qori mengatakan:

Arti ungkapan man Qooma Romadhoona  adalah siapa yang berdiri dengan ketaatan di malam-malam Ramadahn. Ada yang mengatakan maksdunya Shalat Tarowih. Sedangkan sebagian ulama berpendapat tidak hanya shalat shalat Tarowih, tapi shalat sunnat kapan saja yang dia lakukan, maka berarti ia mendapatkan keutamaan itu. Sedangakn para ulama sudah sepakat atas sunnatnya shalat Tarowih….Imam al-Karmaniy mengatakan bahwa para ulama sepakat yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarowih. Saya mengatakan: imam Nawawiy mengatakan: bahwa yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah Shalat Tarowih. Tapi dari mana bisa dikatakan para ulama sepakat? Dari mana imam al-Karmaniy mengambilnya? Maksud dari Qiyamullail adalah apa saja yang bisa dikatakan Qiyam, baik sedikit, maupun banyak.

 

يقول عبد الرؤوف المناوى فى فيض القدير:

(من قام رمضان) أي قام بالطاعة في رمضان أتى بقيام رمضان وهو التراويح أو قام إلى صلاة رمضان أو إلى إحياء لياليه بالعبادة غير ليلة القدر تقديرا ويحصل بنحو تلاوة أو صلاة أو ذكرا أو علم شرعي وكذا كل أخروي ويكفي بمعظم الليل وقيل بصلاة العشاء والصبح جماعة

Imam al-Munawiy dalam Faidhul Qodir mengatakan:

Maksud dari Man Qooma Romadhona, artinya berdiri atau bangun dengan ketaatan di Ramadhan, melakukan Qiyamu ramadhan yaitu Tarowih, atau berdiri untuk shalat Ramadhan, atau menghidupkan malamnya dengan ibadah selain Lailatul Qodar..yang bisa dihasilkan dengan hal-hal seperti membaca al-Quran, shalat, zikir, ilmu syar’iy, dan juga setipa urusan akhirat. Cukup dengan menghidupkan kebanyakan malamnya, bahkan da yang mengatakan cukup dengan shalat isya dan subuh berjamaah.

ويقول الشوكانى فى نيل الأوطار:

قوله: (من قام رمضان) المراد قيام لياليه مصليا، ويحصل بمطلق ما يصدق عليه القيام، وليس من شرطه استغراق جميع أوقات الليل.

قيل: ويكون أكثر الليل. وقال النووي: إن قيام رمضان يحصل بصلاة التراويح: يعني أنه يحصل بها المطلوب من القيام لا أن قيام رمضان لا يكون إلا بها، وأغرب الكرماني فقال: اتفقوا على أن المراد بقيام رمضان صلاة التراويح،

Imam As-Syaukaniy mengatakan:

Maksud dari  Man Qooma Romadhoona maksdunya berdiri dimalamnya dengan shalat. Bisa didapat dengan apa saja yang dimaksud dengan berdiri/bangun dan tidak disyaratkan harus full semalaman.

Ada yang mengatakan didapatkan dengan kebanyakan malam. Imam Nawawiy mengatakan, bahwa Qiyam Ramadhan bisa didapat dengan Tarowih. Artinya dengan Tarowih perintah itu bisa terpenuhi, dan bukan berarti tidak bisa kecuali dengan Tarowih. Yang aneh pendapatnya imam Karmaniy, ia menyebutkan bahwa para ulama sepakat maksud dari Qiyam Ramadhan adalah Tarowih.

 

 

Tentang bagaimana Shalat Qiyam Ramadhan Rasulullah, saw.

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ، فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ، قَالَ: «قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ»، قَالَ: وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه الإمام مسلم)

Sesungguhnya Rasulullah, saw., pada suatu malam shalat di masjid, kemdian orang-orang mengkuti shalatnya, dimalam selanjutnya beliau melakukan hal sama, dan kemudian orang-orang tambah banyak yang mengikuti, selanjutnya dimalam ketiga atau ke empat mereka berkumpul, tetapi Rasulullah, saw., tidak lagi keluar kepada mereka. Ketika subuh, beliau berkata: “Aku tahu apa yang kalian lakukan, tapi tiada yagn menghalangiku, sehingga tidak keluar pada kalian, kecuali sesungguhnya ku takut menjadi kewajiban bagi kalian”. ia (perawiy) mengatakan: “Dan itu di bulan Ramadhan”

 

Di hadis ini tidak dijelaskan berapa dan bagaimana shalat Rasulullah bersama para sahabat di malam bulan Ramadhan.

Baru pada hadis dibawah ini, sedikit ada penjelasan bagaimana dan berapa rakaat qiyam Rasulullah, Saw.

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: )مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا( (رواه الإمام البخارى)

 

Abu Salmah bin Abdurrham pernah bikanertanya kepada ‘Aisyah, ra., “Bagimana Shalat Rasulullah, saw., dibulan Ramadhan?” Maka ‘Aisyah, ra., menjawab: “Tidaklah Rasulullah melebihi shalatnya, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya, dari 11 rakaat, beliau shalat empat rakaat, maka, jangan tanya baik dan lamanya shalat tersebut. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, maka, jangan tanya baik dan lamanya shalat tersebut. Kemudian beliau shalat tiga rakaat”.

 

Tapi kita akan temukan banyak hadis yang berbeda dengan hadis diatas tentang jumlah rakaatnya. Dinatarnya:

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: لَأَرْمُقَنَّ صَلَاةَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّيْلَةَ، «فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ أَوْتَرَ فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً» (الإمام مسلم)

“Sungguh aku memperhatikan shalat Rasulullah, saw.,  malam ini. Beliau shalat dua rakaat yang ringan, lalu shalat lagi dua rakaat yang panjang, panjang, panjang, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat lebih pendek dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat lebih pendek dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakkat lebih pendek dari pada yang sebelumnya, kemudian beliau shalt lagi dua rakaat lebih pendek dari yang sebelumnya. Kemudian beliau witir, sehinnga itu menjadi 13 rakaat”.

 

عن أبي إِسْحَاق عَن عَاصِم بن ضَمرَة (عَن عَليّ، قَالَ: كَانَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم يُصَلِّي من اللَّيْل سِتّ عشرَة رَكْعَة سوى الْمَكْتُوبَة) (أحمد)

“Dari ‘Aliy, ra., beliau berkata: Rasulullah, saw., shalat malam dengan 16 rakaat selain yang wajib”.

 

قَالَ الْقُرْطُبِيُّ:

أَشْكَلَتْ رِوَايَاتُ عَائِشَةَ عَلَى كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ حَتَّى نَسَبَ بَعْضُهُمْ حَدِيثَهَا إِلَى الِاضْطِرَابِ وَهَذَا إِنَّمَا يَتِمُّ لَوْ كَانَ الرَّاوِي عَنْهَا وَاحِدًا أَوْ أَخْبَرَتْ عَنْ وَقْتٍ وَاحِدٍ. وَالصَّوَابُ أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ ذَكَرَتْهُ مِنْ ذَلِكَ مَحْمُولٌ عَلَى أَوْقَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ وَأَحْوَالٍ مُخْتَلِفَةٍ بِحَسَبِ النَّشَاطِ وَبَيَانِ الْجَوَازِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَظَهَرَ لِي أَنَّ الْحِكْمَةَ فِي عَدَمِ الزِّيَادَةِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ أَنَّ التَّهَجُّدَ وَالْوِتْرَ مُخْتَصٌّ بِصَلَاةِ اللَّيْلِ وَفَرَائِضَ النَّهَارِ الظُّهْرُ وَهِيَ أَرْبَعٌ وَالْعَصْرُ وَهِيَ أَرْبَعٌ وَالْمَغْرِبُ وَهِيَ ثَلَاثٌ وِتْرُ النَّهَارِ فَنَاسَبَ أَنْ تَكُونَ صَلَاةُ اللَّيْلِ كَصَلَاةِ النَّهَارِ فِي الْعَدَدِ جُمْلَةً وَتَفْصِيلًا وَأَمَّا مُنَاسَبَةُ ثَلَاثَ عَشْرَةَ فَبِضَمِّ صَلَاةِ الصُّبْحِ لِكَوْنِهَا نَهَارِيَّةً إِلَى مَا بَعْدَهَا (فتح البارى)

 

Tetang berapa rakaat shalat malam? Rasulullah pun tidak menjelaskan berapa jumlahnya? Beliau hanya menjelaskan kaifiyyatnya, yaitu dua-dua.

عَنْ نَافِعٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: «صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى» (رواه الإمام البخارى)

“Dari Nafi’ dan Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar: Sesungguhnya seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah, saw., tentang shalat malam. Rasulullah menjawab: “Shalat malam itu dua-dua. Maka jika seseorang diantara kalian takut subuh masuk, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir utnuk shalat yagn sudah dia kerjakan”.

 

 

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ليلة فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ: إِنِّي أرَانِي لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ كَانَ أَمْثَلَ، ثم عزم فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ , قَالَ: ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، فَقَالَ عُمَرُ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي تَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنِ الَّتِي يقُومُونَ , يَريد آخِرَ اللَّيْلِ , وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ.(الموطأ)

“Dari Abdurrahman bin Abd al-Qoriy, beliau berkata: Aku keluar menuju masjid bersama Umar bin Khatab, ra., di suatu malam di bulan Ramadhan, ternyata orang-orang bercerai-berai masing-masing. Ada orang yagn shalat sendiri, ada orang yagn shalat bersama beberapa orang lain. Umar berkata: Sesungguhnya aku berpendapat, seandainya aku satukan orang-orang ini terhadap satu Qori, pasti lebih ideal. Kemudian Umar mengukuhkannya dan ia menyatukan mereka dengan imam Ubay bin Ka’b. Abdurahman berkata: Kemudian aku keluar lagi dimalam lainnya, dan orang-orang sudah sudah shalat bersatu dengan imam mereka. Maka Umar berkata: Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Tetapi orang yang yang tidur dulu lebih baik dari pada yang melakukannya diawal. Maksudnya orang yang melakukannya akhir malam lebih baik. Dan orang-orang melakukannya di awal malam.  

 

Berapa rakaat Umar menyatukan mereka dalam shalat dengan satu imam?

يقول ابن بطال أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك (المتوفى: 449هـ):

ونذكر منه هنا طرفًا لم يمض هناك، وهو أن قول عائشة: (لم يكن رسول الله (صلى الله عليه وسلم) يزيد فى رمضان ولا غيره على إحدى عشرة ركعة) . فهذه الرواية مطابقة لما روى مالك عن محمد ابن يوسف، عن السائب بن يزيد قال: أمر عمر، رضى الله عنه، أبىَّ بن كعب وتميمًا الدارى أن يقوما للناس بإحدى عشرة ركعة.

وقال الداودى وغيره: وليست رواية مالك عن السائب بمعارضة برواية من روى عن السائب ثلاثًا وعشرين ركعة، ولا ما روى مالك عن يزيد ابن رومان قال: (كان الناس يقومون فى رمضان بثلاث وعشرين ركعة) معارضة لروايته عن السائب؛ لأن عمر جعل الناس يقومون فى أول أمره بإحدى عشرة ركعة كما فعل النبى عليه السلام وكانوا يقرؤن بالمئين ويطولون القراءة، ثم زاد عمر بعد ذلك فجعلها ثلاثًا وعشرين ركعة على ما رواه يزيد بن رومان، وبهذا قال الثورى، والكوفيون، والشافعى، وأحمد، فكان الأمر على ذلك إلى زمن معاوية، فشق على الناس طول القيام لطول القراءة، فخففوا القراءة وكثروا من الركوع، وكانوا يصلون تسعًا وثلاثين ركعة، فالوتر منها ثلاث ركعات، فاستقر الأمر على ذلك وتواطأ عليه الناس، وبهذا قال مالك، فليس ما جاء من اختلاف أحاديث قيام رمضان يتناقض، وإنما ذلك فى زمان بعد زمان، والله الموفق

Perkataan ‘Aisyah, ra., yang menyebutkan bahwa Rasulullah, saw., tidak pernah lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadhan, maupun bulan lain. Riwayat ini cocok dengan riwayat imam Malik dari Muhammad bin Yusuf, dari Saib bin Yazid. Kata Saib bin Yazid: Umar, ra., memerintahkan Ubay bin ka’b dab Tamim ad-Dariy untuk mengimamai orang-orang dengan 11 rakaat.

Imam ad-Daudiy menuurkan: Ini juga tidak kontradiksi dengan orang lain dari Saib yang menyebutkan 23 rakaat. riwayat Malik dari Yazid bin Rouman yang mengatakan orang-orang melakukan qiyam di bulan Ramadhan dengan 23 rakaat; Karena Umar awalnya memerintahkan agar shalat 11 rakaat, seperti yang biasa dilakukan Rasulullah, dan mereka membaca surat pangajng-panjang kira-kira 200 an ayat. Kemudian Uma rmenambahkannya menjadi 23 rakaat seperti riwayat Yazib bin Rouman. Inilah yang diambil oleh imam ats-Tsauriy, Ahli Kufah, imam Syafi’i, imam Ahmad. Dan hal ini berlaku terus sampai masa Mua’wiyah. Dan orang-orang merasa berat dengan lamanya berdiri, akhirnya mereka meringankan lamanyaberdairi, tapi memperbanyak jumlah rakaat, dan mereka melakukannya 39 rakaat termasuk witir 3 rakaat.  Dan berlakulah terus demikian dan disepakati oleh para tokoh. Dan ini yang diambil oleh imam Malik.

Maka dengan demikian, hadis-hadis yang berbeda-beda tentang jumlah rakaat shalat Taraweh tidaklah kontradiksi satu sama lain. Tetapi memang berbeda-beda waktu.

 

يقول الإمام النووى:

(فَرْعٌ) فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي عَدَدِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيحِ

* مَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيمَاتٍ غَيْرَ الْوِتْرِ وَذَلِكَ خَمْسُ تَرْوِيحَاتٍ وَالتَّرْوِيحَةُ أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيمَتَيْنِ هَذَا مَذْهَبُنَا وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَصْحَابُهُ وَأَحْمَدُ وَدَاوُد وَغَيْرُهُمْ وَنَقَلَهُ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَنْ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ ….. وَقَالَ مالك التراويح تسع ترويحات وهى ستة وَثَلَاثُونَ رَكْعَةً غَيْرَ الْوِتْرِ

Imam Nawawiy berkata:

Perbedaan para ulama tetang jumlah rakaat tarowih. Mazhab kami adalah 20 rakaat dengan 10 salam selain witir. Itu artinya lima kali, tarwihah (istirahat). satu tarwihah adalah 4 rakaat dengan dua salam. Ini adalah mazhab kita, imam Abu Hanifah dan para pengikutnya, imam Ahmad, iMam Daud dan yang lainnya. Dan ini yang dinukil oleh Qdhiy ‘Iyadh dari mayoritas ulama. …Sedangkan imam Malik menyebutkan 9 tarwihah, artinya 36 rakaat selain witir.

 

Imam Malik beralasan, karena beliau mendapati ahli Madinah mengerjakannya demikian. Juga diriwayatkan dari Nafi’, ia berkata: Aku mendapati orang-orang mengerjakan qiyam Ramadhan dengan 39 rakaat termasuk 3 rakaat witir di dalamnya.

 

Sedangkan Ulama Syafi’iyyah beralasan dengan riwayat yang shaih dari imam Baihaqiy dan imam lain dari Saib bin Yazid, beliau berkata: orang-orang melakukan qiyam di masa Umar bin Khatab di bulan Ramadhan dengan 20 rakaat. Mereka membaca surat-surat panjang, sekira 200 an ayat. Dimasa Utsman mereka sampai berpegang sama tongkat; karena lamanya berdiri.

 

Tentang kenapa ahli Madinah mengerjakan dengan 39 rakaat, para ulama Syafi’iyyah memberikan alas an bahwa sebabnya adalah karena ahli Mekah melakukan thawaf antara dua tarwihah  (istirahat) dan shalat dua rakaat, kecuali tarwihah yang kelima. Maka ahli Madinah ingin menyamai ahli Mekah, maka mereka mereka melakukan shalat 4 (empat) rakaat untuk pengganti setiap thawaf. Dengan demikian mereka menambahkan 16 rakaat. 16 ditambah 20 jadi 36, ditambah 3 witir, maka menjadi 39 rakaat.

 

Tentang apa yang dibaca dalam shalat Tarowih imam Nawawiy menukilkan dari kitab al-Muawattha:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ قَالَ مَا أَدْرَكْتُ النَّاسَ إلَّا وَهُمْ يَلْعَنُونَ الْكُفْرَ فِي رَمَضَانَ قال وكان الْقَارِئُ يَقُومُ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي ثَمَانِ رَكَعَاتٍ وإذا قام في ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةٍ رَأَى النَّاسُ أَنَّهُ قَدْ خَفَّفَ) رَوَى مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ)

“Dari Abdurrahman al-A’raj, beliau berkata: tiadklah aku mendapati orang-orang, kecuali mereka melaknat kekufuran di bulan Ramadhan. Imamnya membaca surat al-Baqarah dalam 8 rakaat. Kalau imamnya menjadikannya untuk 18 rakaat, maka orang akan menganggap imam telah meringankan shalatnya”.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ كُنَّا نَنْصَرِفُ فِي رَمَضَانَ مِنْ الْقِيَامِ فَنَسْتَعْجِلُ الخدم بالسحور مخافة الفجر (مالك)

“Dari Abdullah bin Abu Bakar, beliau mengatakan: ayahku (Abu Bakar) mengatakan kami dulu pulang Ramadhan, meminta pembantu agar cepat menyajikan makan sahur; karena takut terbut fajar”.

 

عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ وَكَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِائَتَيْنِ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعَصَا مِنْ طُولِ الْقِيَامِ وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ (مالك)

“Dari Saib bin Yazid, beliau berkata: Umar bin Khatan memrintahkan Unay bin Ka’b dan Tamim ad-Dariy untuk mengimami. Dan imamnya membaca surat yang panjang 200 an ayat, sampai kami berpegang pada tongkat, Karena lamanya berdiri. Dan kami tidak pulang kecuali menjelang fajar”.

 

 

 

 

 

This Post Has 0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
WhatsApp WhatsApp us