Skip to content

HADIS PERTAMA ARBAIN NAWAWI

SEGALA SESUATU TERGANTUNG TUJUAN DAN NIAT
Oleh: Dr. H. Rachmat Soji, Lc., M.A.
عن عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ» (متفق عليه)
“Dari Sayyidina Umar bin Khatab, -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata: Aku mendengar Rasullah, -Sallallahu ‘Alaihi Wasallam-, bersabda: Sesunggunya amal-amal itu hanya dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang sudah ia niatkan. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ia dapatkan, atau kepada wanita yang ia nikahi, maka hijrahnya sesuai dengan yang ia niatkan hijrah untuknya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Ada banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran dari hadis diatas. Diantaranya:
1. Hadis ini adalah hadis yang sangat agung dan penting dari sisi kandungannya. Imam syafi’i dan imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini adalah sepertiga dari ilmu. Menurut imam al-Baihaqi, maksud sepertiga adalah karena amal-amal manusia itu ada tiga dimensi; dimensi hati (niat); dimensi lisan (ucapan); dan dimensi tubuh (amal perbuatan). Jadi, kalau membahas satu dari tiga dimensi artinya membahas 1/3 pembahasan. Karena pentingnya hadis ini, para ulami menyukai dan menganjurkan setiap karya tulis dibuka dengan hadis ini, sebagai bentuk pengingat agar meluruskan niat.
2. Secara ilmu kebahsaan(dalam ilmu balaghoh), kata bantu innama ((إنما bisanya berarti al-hashr atau kata bantu yang berarti batasan, yang sering diartikan hanya. Misalnya firman Allah (إنما إلهكم الله ( artinya Tuhan itu hanya Allah saja dan tidak ada yang lainnya. Menurut imam Ibnu Daqiqil ‘Id, Pembatasan dengan kata ini bisa berarti pembatasan secara mutlak, bisa juga pembatasan secara khusus dan tida mutlak. Contoh pembatasan secara mutlak seperti contoh di atas, sedangkan pembatasan secara khusus atau sebagaian contoh seperti fimran Allah dalam surat ar-Ra’d: 7 dan Muhamamd: 36:
إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ (7) هود
إِنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ…(36) محمد
Tenryata kalau secara utuh nabi itu bukan hanya Munzir (pemberi peringatan), tetapi juga penyayang, tegas, dan siafat-sifat mulia lainnya. Namun yang ditegaskan disini nabi itu hanya pemberi peringatan dan tidak mungkin pemaksa. Demikian juga kehidupan dunia, seakan-akan semuanya permainan dan hal-hal yang tidak berarti, tapi ternyata jika dilakukan sesuai tuntunan Allah, maka akan menjadi amal saleh. Jadi pembatasan disini tidak berarti mutlak. Dan hadis ini termasuk yang kedua, yaitu pembatasan tidak mutlak, artinya ada amal-amal yang sah dan sempurna tanpa niat. Amal apakah yang tidak perlu niat dan perlu niat akan dijelaskan nanti dibagian selanjutnya. (lihat Syarah Hadis Arbain, Ibnu Daqiqil’Id)
Mengenai apa yang dimaksud bahawa amal hanya dengan dengan niat. Ada yang mengartikan tidak ada yang sah kecuali dengan niat. Ada juga yang mengartikan tidak ada yang sempurna kecuali dengan niat. (Ibnu Daqiqil ‘Id).
3. Hadis ini menjadi dasar satu kaidah fikih diantara kaidah yang yang penting berbunyi:

اَلْأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا
“Segala sesuatu tergantung tujuannya”.
Ada beberapa hadis yang semakin menjelaskan makna dan maksud dari hadis ini. Diantaranya:
– عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ» (البخاري)
“Sesungguhnya tidaklah engkau menafkahkan hartamu dengan harapan karena Allah, kecuali pasti mendapatkan pahala atasnya, sampai harta yang engkau berikan ke mulut isterimu.” (HR. Bukhari)

– عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا» (البخاري)
“Tidak ada lagi hijrah setelah futuh Mekah. Yang ada hanya jihad dan niat, apabila kalian diseru berperang, maka berangkatlah segera.” (HR. Bukhari)

– «إِنَّ أَكْثَرَ شُهَدَاءِ أُمَّتِي أَصْحَابُ الْفُرُشِ، وَرُبَّ قَتِيلٍ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ، اللَّهُ أَعْلَمُ بِنِيَّتِهِ» (أحمد)
“Sesungguhnya syuhada umatku paling banyak adalah orang-orang yang wafat diatas tempat tidurnya. Dan tidak sedikit orang yang mati antara dua barisan (pasukan kebaikan dan keburukan), Allah Maha Mengetahui niatnya masing-masing.” (HR. Ahmad)

– عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَغْزُو جَيْشٌ الكَعْبَةَ، فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ، يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ» قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ، وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ، وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ؟ قَالَ: «يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ»(البخاري)
“Ada pasukan yang menyerang Ka’bah, ketika mereka sampai di tanah Baida, semua pasukan depan dan belakang ditenggelamkan. ‘Aisyah berkata: aku bertanya: Ya Rasulallah, bagaimana ditenggelamkan pasukan barisan pertama dan terakhir, padahal diantara mereka ada orang-orang pasar dan bukan bagian dari mereka?beliau menjawab: Ditenggelamkan pasukan pertama dan terakhirnya, kemudian semuanya akan dibangkitakan sesuai dengan niatnya masing-masing.” (HR. Bukhari)

– عَنْ أَنَسٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةٌ: الرَّامِي بِهِ، وَصَانِعُهُ، وَالْمُحْتَسِبُ بِهِ (أبو داود)
“Satu anak panah bisa memasukan tiga orang ke surga; yang melepaskannya; yang membuatnya; dan yang menghitungnya.” (HR. Abu Daud)

– «مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُومَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ حَتَّى أَصْبَحَ كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ» (النسائي)
“Siapa yang datang ke tempat tidurnya sembari meniatkan mau shalat dari sebagian malamnya, kemudian dia tertidur sampai pagi, maka akan ditulis baginya apa yang telah dia niatkan, dan tidurnya menjadi sedekah dari Allah untuk dia.” (HR. An-Nasai)

– عن صُهَيْبَ بْنَ سِنَانٍ يُحَدِّثُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيُّمَا رَجُلٍ أَصْدَقَ امْرَأَةً صَدَاقًا وَاللهُ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلَيْهَا، فَغَرَّهَا بِاللهِ، وَاسْتَحَلَّ فَرْجَهَا بِالْبَاطِلِ، لَقِيَ اللهَ يَوْمَ يَلْقَاهُ وَهُوَ زَانٍ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ ادَّانَ مِنْ رَجُلٍ دَيْنًا، وَاللهُ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلَيْهِ، فَغَرَّهُ بِاللهِ، وَاسْتَحَلَّ مَالَهُ بِالْبَاطِلِ، لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ يَلْقَاهُ وَهُوَ سَارِقٌ ” (أحمد)
“Setiap laki-laki yang menikah dengan suatu maskawin, dan Allah Maha Tahu dia tidak berniat untuk membayarnya kepada wanita tersebut, dan dia menghalalkan farjinya dengan tidak sah, maka ia akan bertemu Allah sebagai pezina. Dan siapa saja yang berhutang dari seorang laki-laki, dan Allah tahu bahwa dia tidak berniat membayarnya, orang ini sengaja menipu, mengambi harta dengan cara batil, maka ia akan bertemu dengan Allah sebagai seorang pencuri.” (HR. Ahmad)
4. Dalam Penerapan kaidah al-Umuur bi maqooshidihaa, imam As-Suyuti menuliskan bahwa hamper semua bab ibadah masuk dalam kaidah ini, bab thaharah seperti bab wudhu, mandi besar, mengusap khuff, tayammum, bab shalat dengan berbagai macammnya, bab zakat, seperti hukum zakat perhiasan, dagang, harta gabungan, bab puasa, i’ tikaf, haji dan umrah, kurban, nadzar, kifarat, jihad, wasiat wakaf, dan semua ibadah ritual (mahdhoh), juga menyebarkan ilmu seperti mengajar, memberi fatwa, menulis buku, memutuskan keputusan, menegakan hukum pidana, kesaksian. Demikian juga segala yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai dengan niat ibadah. Dalam pidana seperti pembunuhan berencana dan tidak, tergantung niat.
5. Tujuan niat yang paling penting –menurut imam Suyuti- adalah untuk membedakan ibadah dari kebiasaan, untuk membedakan berbagai tingaktan ibadah (sunnah-wajib). Contoh yang pertama seperti menahan makan, jika di niatkan puasa, maka jadi ibadah, namun jika niatnya diet, maka tidak menjadi puasa. Mandi bisa jadi ibadah jika niat mandi gusl, bisa juga sebagai kebiasaan karena gerah atau bersih-bersih. Duduk di masjid bisa jadi i’tikaf, bisa juga hanya istirahat saja. Atau shalat yang bentuknya bisa sama dua rakaat, tapi bisa ia sebagai shalat wajib dan bisa juga sebagai shalat sunnah, tergantung niatnya.
6. Oleh sebab ini, (sebagai konsekuensi dari tujuan niat) menurut para ulama ada banyak hal yang tidak perlu di niatkan, karena ia ibadah yang tidak mempunyai kesaamaan dengan kebiasaan, seperti iman kepada Allah, khouf dan roja, niat itu sendiri tidak butuh niat, membaca al-Quran, dzikir, kecuali kalau niatnya untuk membedakan antara yang wajib dengan yang sunah, misal seperti tilawah nadzar dan dzikir nadzar. dan semua ibadah turukiyah (ibadah dalam bentuk tidak melakukan) seperti tidak berzina, tidak mencuri, dan lain-lain itu juga tidak perlu memakai niat. Dan ada beberapa kegiatan yang menjadi khilafiyah para ulama, apakah harus pakai niat atau tidak, seperti Adzan, membaca sholawat, khutbah jumat.
7. Sebagian ulama mutaakkhirin membedakan antara niat dengan ikhlas. Namun tidak mungkin ada ikhlas tanpa niat. Dan bisa ada niat tanpa ikhlas.
8. Dalam menggandakan bermacam-macam niat dalam satu aktivitas ada lima macam:
Petama, niat ibadah digabung dengan niat bukan ibadah. Ini ada beberapa bentuk:
a) Yang membatalkannya, seperti menyembelih niat karena Allah dan karena makhluk, maka sembelihannya tidak sah, dan dagingnya menjadi haram.
b) Berniat ibadah dan adat/kebiasaan, seperti wudhu dengan tambahan, seperti niat menyejukan tubuh. Dan ini sah.
c) Niat puasa disertai menjaga kesehatan tubuh. Ini juga sah.
d) Niat shalat sambil nungguin orang yang berhutang keapda dia. Ini juga sah.
e) Niat thowaf sambil mengejar orang yang berhutang kepadanya. Ini juga sah.
f) Niat melakukan ibadah wajib dengan harapan hadiah atau bonus. maka tetap sah.
g) Didalam shalat membaca ayat Al-Quran dengan niat tilawah dan memberikan informasi kepada orang lain, maka tetap sah.
h) Haji dengan niat sekalian bisnis dagang atau bertemu kolega.
Semua yang diatas ini sah, secara fikih, namuan kaitan degnan pahala tergantung dorongan mana yang paling kuat.

Kedua, menyertakan antara niat waib dengan niat ibadah sunnah. Ini ada beberapa bentuk:
a) Yang sah keduanya, seperti orang datang kemasjid dan jamaah sedang berlangsung, maka dia meniatkan shalat wajib dan tahiyyatul masjid. Niat mandi junub dan mandi jumat, niat haji wajib dan umrah sunnah –karena sudah umrah wajib-, shalat wajib dengan niat sambil mengajarkan shalat.
b) Sah yang wajibnya saja, seperti niat haji wajib dan haji sunnah, maka yang sah yang wajibnya saja, mengqodho shalat yang tertinggal dilakukan di malam bulan Ramadhan sambil berniat Qiyam Ramadhan.
c) Sah yang sunnahnya saja, seperti orang yang mengeluarkan lima dirham dengan niat zakat dan sedekah, maka sahnya menjadi sedekah.
d) Menjadi batal dua-duanya, seperti orang yang masbuk, dia membaca takbir dengan niat takbirotul ihrom dan takbir ruku, karena imam sedang ruku.

Ketiga, menggabungkan niat dua kewajiban dalam satu kegiatan. Semuanya menjadikan batal keduanya, kecuali dalam haji dan umrah.
Keempat, mengabungkan dua niat sunnah dalam satu kegiatan, hal ini menjadi perbincangan para ulama. Contoh seperti khutbah jumat dengan khususf bergabung, shaum sunnah senin dan hari Arafah bergabung.
Kelima, menggabungkan dua niat, dan keduanya bukan ibadah, seperti niat cerai dengan niat zhihar. Maka ini tinggal dikonfirmasi, maka yang dia maksud dan inginkan.

9. Mengenai dimana letak niat. Ada yang harus diwal pekrjaan secara detail, seperti shalat dan banyak ibadah lain. Ada juga yang boleh lebih dulu dari awal pekerjaan seperti niat puasa wajib dan sunnah, dan ada juga yang boleh ditengah pekerjaan seperti puasa sunnah.
10. Imam Suyuti menukilkan ada yang mengatakan atas dasar ini juga surga bagi orang mukmin itu kekal, padahal amalnya hanya sebentar, karena dia berniat saandainya hidup selamanya, mak adia akan tetap beriman dan taat. Sedangkan orang kafir disiksa dineraka abadi, karena andai dia diberi kesempatan hidup selamanya, maka dia akan tetap kafir dan dosa. (As-Suyuti, Al-Asybah wan-Nazhooir: 75)

Penutup Yang Niscaya
Imam Tirmidzi dan Imam Hakim menuliskan sebuah hadis yang berisi kisah panjang mengenai uregnsi ikhlas.
Alkisah, suatu ketika Syufaya al-Ashbahy datang ke kotaMadinah, setiba disana beliau melihat seseorang yang dikerumuni banyak orang, lalu beliau bertanya, siapakah laki-laki yang dikerumuni banyak orang tersebut?
Orang-orang yang menjawab, ia adalah Abu Hurairah, ra, -salah seorang sahabat Rasulullah yang dikenal banyak meriwayatkan hadis-. Oleh sebab itu, mereka berkerumun untuk mendapatkan hadis-hadis dari beliau.
Setelah beliau mengetahui ternyata itu adalah Abu hurairah, beliaupun langsung mendekati dan bertanya kepada Abu Hurairah,
Wahai Abu Hurairah, aku memohon dengan sungguh-sungguh agar engkau menceritakan sebuah hadis dari Rasulullah, Saw., yang engkau jaga dan engkauketahui?.
Mendengar pertanyaan itu, tidak tahu kenapa Abu Hurairah menjerit sampai hampir beliau pingsan. Akhirnya, terdiamlah semua yang ada disitu, kemudian Abu Hurairah sadar lagi, lalu dia mengatakan, aku akan ceritakan sebuah hadis yang aku dengar dari Raulallah, aku jaga dan aku ketahui.
Lalu tiba-tiba Abu Hurairah menjeritkan sebuah hadi keras sampai pingsan lagi, kemudian beliau, ra., sadar dan beliau mengusap wajahnya. Lalu beliau berkata lagi, sungguh aku akan katakan sebuah hadis yang pernah Rasulullah sampaikan kepadaku dirumah ini dan tidak ada seorangpun saatitu kecuali akau dan beliau.
Kemudian tiba-tiba Abu Hurairah menjerit lagi dengan keras, lalu wajahnya tersungkur ke tanah.Kemudian aku sandarkan beliau ke badanku. Setelah lama beliau terdiam, kemudian beliau sadar lagi, lalu beliau lanjut berbicara, Rasulullah, Saw., pernah bersabda padaku,
“Bahwa nanti dihari kiamat, Allah akan datang untuk memberikan keputusan kepada setiap manusia atas amal perbuatannya didunia. Dalam proses hisab itu, orang yang pertama dipanggil adalah tiga kelompok manusia; (1) Orang yang ahli al-Quran (ulama); (2) Orang yang meninggal fisabilillah (mujahidin); (3) Orang kaya yang dermawan.
Lalu Allah bertanya kepada seorang alim, apa yang telah kau perbuat didunia wahai alim?
Sang alim menjawab, aku bacakan al-Quran dan aku ajarkan ilmuku siang dan malam. Allah menjawab, bohong! Malaikatpun sontak mengatakatan, bohong kamu!
Lalu Allah melanjutkan, kamu lakukan semua itu agar kamu dikatakan Qori , Ahli Quran, Ahli ilmu, dan gelar itu sudah kau dapat didunia.
Selanjutnya ditanyalah orang kaya-raya yang dermawan, Aku telah lapangkan hidupmu wahai orang kaya, lalu apa yang telah kau perbuat didunia? Tanya Allah –Azza Wajalla-. Orang kaya segera mejawab, aku sambungkan tali silaturrahim dan aku sedekahkan hartaku Ya Robb! Bohong, sahut Allah, dan sontak malaikatpun mengatakan, bohong kamu! Kamu lakukan semua itu bukan demi-Ku, tapi agar kamu dapat gelar dermawan, dan kamu sudah dapatkan gelar itu didunia, lanjut Allah Swt.
Lalu dipanggilah orang yang mati fisabilillah.Apa yang kau perbuat, Tanya Allah -Ta’ala-. Aku diperintah menolong agamamu dengan berjihad Ya Robb, lalu aku berjihad sampai aku mati. Bohong kamu! jawab Allah Swt. Bohong kamu! timpal malaikat.
Lalu Allah, Swt., berkata, kamu lakukan semua itu agar kamu dijuluki pejuang dan pemberani, dan itu sudah kau dapatkan didunia.
Setelah itu,-kata Abu Hurairah- lalu Rasulullah, Saw., menepuk pundakku sambil mengatakan, wahai Abu Hurairah, mereka –tiga kelompok- inilah yang pertama akan dijerumuskan kedalam api neraka. –Na’udzu billah-.
Saking mengerikannya pesan hadis ini, Sayyidina Mu’awiyah, ra., pun pernah menangis sembari mengatakan, jika tiga kelomok ini disiksa sedemikian rupa, lalu bagaimana dengan orang lain yang tidak alim, tidak dermawan dan tidak berjihad? Beliau terus menangis sampai tak bergerak lagi, orang-orang yang hadir disitu mengira beliau meninggal. Lalu Beliau sadar lagi, dan beliau mengatakan, maha benar Allah dan rasul-Nya, yang mengatakan,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)هود

This Post Has 0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
WhatsApp WhatsApp us